Mari bantu Tedi menabung untuk terapi ADHDnya.
Siapakah Tedi, mari kita berkenalan dengan dia.
-
Ia suka bermain mobil, berseluncur di perosotan, dan memanjat. Namun, di balik keceriaannya, Tedi sangat membutuhkan bantuan kita untuk bisa mandiri. Itulah secuil kisah seorang ayah yang tak pernah menyerah mencari tempat terapi untuk anaknya yang autis sejak usia 1 tahun.
Perjalanan ini dimulai ketika Tedi mengalami kejang singkat pada usia 6 bulan. Kejadian serupa terulang ketika usianya menginjak 1 tahun, kali ini dengan durasi hampir 20 menit yang membuatnya harus masuk ICU selama 8 hari. Harapan tipis, namun Tedi mampu melewati dugaan Cerebral Palsy (CP). Ia kembali tenang dari kejang, bahkan bisa berdiri, berjalan, mengingat-ingat kejadian, dan berkata, “Bapak.” Hanya itu yang bisa diingat dan dikatakannya, seperti cerita Landung, ayahnya.
Sejak saat itu, obat demi obat untuk mengendalikan kejang terus dikonsumsi, dan Tedi didiagnosis menderita epilepsi. Karena sering mengalami demam, dosis obat ditambah dan dilakukan EEG (Electroencephalogram). Hingga akhirnya, Tedi juga didiagnosis mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).
Pengobatan berhenti saat Tedi berusia 4 tahun. Ia mengalami keterlambatan berpikir dan lebih banyak asyik dengan dunianya sendiri. Meski ayahnya seorang pegawai kebersihan dari penyalur tenaga kerja di Solo dan ibunya membantu merawat anak-anak, dengan kehidupan yang berpindah-pindah kontrakan, mereka tidak pernah menyerah. Hingga hari ini, mereka terus berusaha melatih anak pertamanya itu melakukan aktivitas sederhana, seperti membuang sampah pada tempatnya, membaca dan menulis sederhana, hingga urusan buang air.
Mereka pernah menyekolahkan Tedi di sekolah umum agar ia dapat bersosialisasi, tetapi itu tak berlangsung lama. Tedi pun kembali menghabiskan hari-harinya dengan terapi mandiri dari orang tuanya. Tak jarang, adiknya menjadi sahabat karib yang ikut membantu sang kakak berlatih keterampilan mandiri.
Tiga setengah tahun setelah didiagnosis ADHD, Tedi akhirnya menemukan rumah terapi yang cukup dekat dari kontrakan mereka sekarang. Serangkaian asesmen dijalani Tedi untuk menemukan minat yang akan diolah oleh terapis. Tedi akan menjalani terapi dua kali dalam seminggu untuk melatih keterampilan hidup mandiri.
Namun, perjuangan mereka masih panjang. Sekarang, mereka harus ekstra mengumpulkan biaya agar Tedi bisa terapi dan membeli alat-alat yang diperlukan untuk melatih kemandiriannya. Ada ratusan sesi terapi yang harus dijalani Tedi selama satu tahun ke depan, yang semuanya membutuhkan biaya Rp. 12.940.000,-.
Dengan bantuan kita, Tedi dapat terus melangkah menuju kemandirian. Mari bersama kita bantu Tedi dan keluarganya mewujudkan harapan ini.
Setelah mengirimkan donasi jangan lupa konformasi ke nomor bijiseawi di +628112657785.